Segala puji hanya milik Allah Subhanahu
Wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasul-Nya yang
mulia, para keluarganya dan sahabatnya serta orang-orang yang berada di atas
jalannya hingga hari kiamat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam
kitab An Nubuwwat,hal 127: “Islam adalah berserah diri kepada Allah
saja, tidak kepada yang lainnya, beribadah hanya kepada Allah dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, tawakkal hanya kepada-Nya saja, hanya
takut dan mengharap kepada-Nya, dan mencintai Allah dengan kecintaan yang
sempurna, tidak mencintai makhluk seperti kecintaan kepada Allah. Siapa
yang enggan beribadah kepada-Nya maka dia bukan muslim dan siapa yang di
samping beribadah kepada Allah dia beribadah kepada yang lain maka dia bukan
orang muslim”.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya Thariqul
Hijratain, hal 542 dalam Thabaqah yang ke tujuh belas:
“Islam
adalah mentauhidkan Allah, beribadah kepada-Nya saja tidak ada sekutu bagi-Nya,
iman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya, serta mengikuti apa yang dibawanya,
maka bila seorang hamba tidak membawa ini berarti dia bukan orang muslim, bila
dia bukan orang kafir mu’aanid maka dia adalah orang kafir yang jahil,
dan status orang-orang ini adalah sebagai orang-orang kafir yang jahil tidak mu’aanid
(membangkang), dan ketidakmembangkangan mereka itu tidak mengeluarkan mereka
dari status sebagai orang-orang kafir.”
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Ad
Durar As Saniyyah, 1/113: “Bila amalan kamu seluruhnya adalah bagi Allah
maka kamu muwahhid, dan bila ada sebagian yang dipalingkan kepada makhluk maka
kamu adalah musyrik”.
Beliau
rahimahullah juga berkata dalam Ad Durar, 1/323 dan Minhaj At
Ta’siis, hal 61: “Sekedar mengucapkan kalimat syahadat tanpa mengetahui
maknanya dan tanpa mengamalkan tuntutannya maka itu tidak membuat mukallaf
tersebut menjadi muslim, dan justeru itu menjadi hujjah atas dia. Siapa
yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan dia
itu beribadah kepada yang selain Allah (pula) maka kesaksiannya itu tidak
dianggap meskipun dia itu shalat, zakat, shaum dan melaksanakan sebagian ajaran
Islam.”
Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah berkata dalam Al
Qaul Al Fashl An Nafiis, hal 31: “Sesungguhnya syirik itu menafikan Islam,
menghancurkannya, dan mengurai tali-talinya satu demi satu, ini berdasarkan apa
yang telah dijelaskan bahwa Islam itu adalah penyerahan wajah, hati, lisan dan
seluruh anggota badan hanya kepada Allah tidak kepada yang lainnya, orang muslim
itu bukanlah orang yang taqlid (ikut-ikutan) kepada nenek moyangnya,
guru-gurunya yang bodoh dan berjalan di belakang mereka tanpa petunjuk dan
tanpa bashirah”.
Syaikh Sulaiman Ibnu Abdillah Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Taisiir
Al ‘Aziz Al Hamid, hal 58: “Siapa yang mengucapkan kalimat ini (Laa ilaaha
illallaah) dengan mengetahui maknanya, mengamalkan tuntutannya berupa menafikan
syirik dan menetapkan wahdaniyyah hanya bagi Allah dengan disertai
keyakinan yang pasti akan kandungan maknanya dan mengamalkannya, maka dia itu
adalah orang muslim yang sebenarnya. Bila dia mengamalkannya secara dhahir
tanpa meyakininya maka dia munafiq, dan bila dia mengamalkan apa yang
menyalahinya berupa syirik, maka dia itu kafir meskipun mengucapkannya (Laa
ilaaha illallaah)”.
Beliau
mengatakan juga dalam kitab yang sama: “Sesungguhnya mengucapkan Laa ilaaha
illallaah tanpa disertai pengetahuan akan maknanya dan tidak mengamalkan
tuntutannya berupa iltizaam dengan tauhid dan meninggalkan syirik serta kufur
kepada thaghut maka sesungguhnya pengucapan itu tidak bermanfaat dengan ijma
para ulama.”
Syaikh Hamd Ibnu ‘Atieq rahimahullah berkata dalam kitab Ibthalit Tandiid,
hal 76: “Para ulama telah ijma bahwa sesungguhnya memalingkan satu dari dua
macam doa kepada selain Allah, maka dia itu adalah musyrik meskipun dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah Muhammadun Rasulullah, dia shalat, shaum dan
dia mengaku muslim”.
Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan rahimahullah mengatakan
dalam kitabnya Mishbahudh Dhalaam,hal 37: “Siapa yang beribadah kepada
selain Allah, dan menjadikan tandingan bagi Tuhan-nya, serta menyamakan antara
Dia dengan yang lainnya, maka dia itu adalah musyrik yang sesat bukan muslim meskipun
dia memakmurkan lembaga-lembaga pendidikan, mengangkat para qadli,
membangun mesjid, dan adzan, karena dia tidak berkomitmen dengan (tauhid)nya,
sedangkan mengeluarkan harta yang banyak serta berlomba-lomba dalam menampakkan
syi’ar-syi’ar amalan, maka itu tidak menyebabkan dia memiliki predikat sebagai
muslim, bila dia meninggalkan hakikat Islam itu (tauhid)”.
Dan
beliau berkata lagi hal 328: “Islam adalah berkomitmen dengan tauhid berlepas
diri dari syirik, bersaksi terhadap kerasulan Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wa sallam dan mendatangkan empat rukun Islam yang lainnya”.
Inilah
sebagian perkataan ulama tentang Islam dan syirik. Sebelumnya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam telah mengisyaratkan dua macam syirik yang akan
melanda umat ini secara besar-besaran yaitu syirik ibadatil autsaan (syirkul
qubuur/syirik kuburan)
dan syirkulluhuuq bil musyrikiin (syirkul qushuur wad dustuur/syirik aturan). Kedua macam
syirik ini telah merambah di tengah-tengah umat. Syirik yang pertama adalah
syirik mutadayyiniin (syirik orang-orang yang masih rajin beribadah),
ini bisa dilihat saat berjubelnya mereka di tempat-tempat dan kuburan-kuburan
keramat. Sedangkan syirik yang ke dua adalah syirik ‘ilmaaniyyiin
(orang-orang sekuler) dan Islamiyyin (orang-orang yang mengaku dari
jama’ah-jama’ah dakwah Islamiyyah yang dengan dalih Mashlahat Dakwah, mereka
masuk atau menggunakan sistem syirik yang ada).
Di
antara kemusyrikan yang nyata lagi terang, yang sudah merambah dan mengakar
adalah demokrasi, di mana intinya adalah yang berhak menentukan hukum dan
perundang-undangan itu adalah rakyat atau mayoritas mereka yang menjadi
wakilnya, sedangkan di dalam Islam di antara hak khusus Allah adalah hukum dan
tasyri’ yang bila dipalingkan kepada selain-Nya maka itu adalah syirik.
Sebelum
menjelang tibanya masa pemilihan/pemilu para anggota parlemen (majlis/dewan
perwakilan rakyat) yang syirik itu. Parlemen (dewan/majlis) itu ada setelah
manusia terfitnah (terpedaya) dengan fitnah demokrasi dan adanya pembelaan
secara mati-matian yang dilakukan oleh para pengusungnya dari kalangan
thaghut-thaghut yang mana mereka itu sudah lepas dari ikatan Islam, atau
bahkan dibela oleh sebagian kalangan yang katanya ahli agama dan sebagai juru
dakwah.[1]
Mereka kaburkan kebatilan dengan kebenaran, terkadang mereka menamakan
demokrasi ini sebagai kebebasan, terkadang juga mereka menamakannya sebagai syuraa
(musyawarah).[2]
terkadang mereka berdalih dengan jabatan Nabi Yusuf ‘alaihissalam di
sisi rajanya, terkadang mereka berdalih juga dengan kekuasaan Najasyi, dan
terkadang berdalih dengan dalih mashlahat[3]
dan istihsan (anggapan baik). Dengan dalih-dalih itu mereka
mengaburkan kebenaran dengan kebatilan di hadapan orang-orang bodoh (awam), dan
mencampuradukkan cahaya dengan kegelapan, syirik dengan tauhid dan Islam.[4]
Syubhat-syubhat
itu dengan taufiq Allah telah menjelaskan bahwa demokrasi itu adalah agama baru di
luar agama Allah dan ajaran yang berseberangan dengan tauhid, dan juga telah
menegaskan bahwa majlis-majlis perwakilannya itu tidak lain kecuali adalah
lembaga kemusyrikan dan sarang paganisme yang wajib dijauhi demi merealisasikan
tauhid yang merupakan kewajiban hamba terhadap Allah, bahkan wajib berusaha
untuk menghancurkan (sarang dan lembaga kemusyrikan) itu, memusuhi
orang-orangnya, membenci, dan memeranginya. Semua bukanlah masalah ijtihadiyyah sebagaimana yang sering
didengungkan oleh sebagian orang yang suka mengaburkan kebenaran,[5]
akan tetapi ini adalah kemusyrikan yang jelas lagi terang dan kekafiran yang
nampak lagi tidak diragukan yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala hati-hatikan darinya di dalam Al Qur’an, dan
telah diperangi oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam selama hidupnya.
Wahai
muwahhid, berusahalah engkau untuk menjadi bagian dari para pengikut
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para penolong agamanya yang
selalu memerangi kemusyrikan dan para pemeluknya. Bersegeralah engkau pada saat
keterasingan ini untuk bergabung dengan rombongan kelompok yang selalu
menegakkan dienullah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah bersabda Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam tentang kelompok itu:
(لا تزال طائفةٌ من أُمتي قائمةً بأمر الله لا يضرهم من خذلهم ولا
من خالفهم حتى يأتي أمر الله)
“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku ini yang
menegakkan perintah Allah, orang-orang yang mengucilkan dan menyelisihi mereka
tidak membuat mereka gentar hingga datang ketentuan Allah”.
Semoga
Allah menjadikan kita termasuk kolompok itu. Segala puji di awal dan di akhir
adalah hanya milik Allah.
Ditulis oleh:
Abu Muhammad ‘Ashim Al Maqdisiy
Dalam bukunya “SYIRIK DEMOKRASI / AGAMA DEMOKRASI”
[1] Seperti yang dilakukan oleh sebagian tokoh Ikhwanul Muslimin
pada masa sekarang dan partai-partai yang menisbatkan diri kepada Islam,
sedangkan Islam itu sendiri berlepas diri dari mereka dan perbuatannya.
[2] Sebagian ulama kaum musyrikin itu sengaja mendalili majlis
syirik demokrasi itu dengan ayat-ayat dan atsar-atsar yang menganjurkan syuraa,
layaknya Dawud Ibnu Jirjis yang mendalili perbuatan syirik kubur dengan
ayat-ayat tentang perintah mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
dengan perantaraan amal shalih, tak jauh berbeda antara ulama kaum musyrikin
itu dengan Dawud Ibnu Jirjis yang sudah divonis kafir mulhid murtad oleh
Aimmatuddakwah Tauhid, hanya saja yang menjadi perbedaannya adalah bahwa
Dawud Ibnu Jirjis mendalili syirkul qubur (syirik kuburan) sedangkan
mereka mendalili syirkul qushur wad dustuur (syirik dewan dan aturan).
[3] Mashlahat pada masa kini telah menjadi thaghut yang disembah
oleh sebagian kelompok yang katanya ingin memperjuangkan penegakan hukum Islam
dengan dalih mashlahat, maka mereka ikut berkecimpung secara aktif dan melebur
dalam dunia syirik demokrasi dan parlemen, qaatalahumullah illaa an yahtaduu.
[4] Shalat, shaum, zakat, haji, qiyamullail, tilawatul qur’an
dan amalan ibadah lainnya bila dilakukan oleh orang yang jatuh kedalam satu macam
syirik akbar, maka itu semua tidak ada artinya.
• Syaikhul Islam Muhammad Ibnu Abdil Wahhabrahimahullah berkata dalam Ad Durar As
Saniyyah, 1/113: “Bila amalan kamu seluruhnya hanya bagi Allah maka
kamu adalah muwahhid, dan bila ada sesuatu dari amalan itu dipalingkan kepada
makhluk maka kamu adalah orang musyrik”.• Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan
Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhabrahimahullah berkata dalam Syarah
Ashli Dinil Islam (lihat dalam Majmu’atut Tauhid, atau ‘Aqidatul
Muwahhidin, atau Al Jami’ul Fariid, atau dalam Ad Durar,2/131):
“Sesungguhnya orang yang melakukan syirik itu, maka berarti dia telah
meninggalkan tauhid, karena keduanya adalah dua hal yang saling bertentangan
yang tidak bisa bersatu”.
• Syaikh Abdullathif Ibnu Abdurrahman Ibnu Hasanrahimahullah berkata dalam Mishbahudhdhallam,37:
“Siapa orangnya menyembah selain Allah, menjadikan tandingan Tuhan-nya, dan
menyamakan Allah dengan yang lainnya dalam hak khusus Allah, maka dia itu layak
dinamakan orang musyrik yang sesat bukan orang muslim, meskipun dia itu
banyak mengelola madrasah (lembaga pendidikan agama), mengangkat para qadli,
banyak membangun mesjid, dan mengumandangkan seruan (adzan atau dakwah),
karena dia tidak konsisten dengan Islam itu, sedangkan banyaknya berderma harta
dan berlomba dalam menampakkan amalan kalau dia itu meninggalkan hakikat Islam
itu (tauhid), maka hal itu tidak menjadikan dia berstatus sebagai orang Islam”.
Sedangkan
rela, atau ikut bergabung dalam majelis syirik, atau mendukung demokrasi yang
intinya penyandaran hukum kepada selain Allah (padahal hukum/tasyri’ itu adalah
hak khusus Rububiyyah atau Uluuhiyyah Allah), atau memperindahnya di hadapan
manusia, atau menegakkan syubhat untuk membolehkannya, atau bahkan
melindunginya, maka itu adalah kekufuran dan kemusyrikan.
• Syaikh Muhammad rahimahullah berkata dalam suratnya kepada Hamd
At Tuwaijiriy (Mishbahudhdhalam, 104): “Dan kami hanya mengkafirkan
orang yang menyekutukan Allah dalam uluuhiyyah-Nya setelah jelas bagi
dia hujjah akan batilnya syirik, dan begitu juga kami mengkafirkan orang yang
memperindah syirik itu di hadapan manusia, atau menegakkan syubhat-syubhat yang
batil untuk memperbolehkannya, dan begitu juga (kami mengkafirkan) orang yang
menggunakan pedangnya (senjata dan atau kekuatannya) untuk melindungi
tempat-tempat kemusyrikan yang di sana Allah disekutukan dan dia memerangi
orang yang mengingkarinya dan berusaha untuk menghancurkannya”.
Lihat
empat macam orang dalam hal itu: Para pelaku (pemainnya), juru dakwah, tokoh
intelektual dan para pelindungnya dari kalangan aparat keamanan
(tentara/polisi), barisan, dan laskar yang merupakan tameng para thaghut.
[5] Dari kalangan ulama suu’ yang mengobok-obok masalah tauhid.
Di antara contoh ulama suu’ ini adalah Doktor Yusuf Al Qardlawiy – semoga Allah
memberikan hidayah kepadanya – dia telah memfatwakan saat terjadi gempuran
pasukan salib dan kaum murtaddin yang bersekongkol dengan mereka terhadap kaum
muslimin di Afghanistan dan pemerintahan Islam Thaliban, dia memfatwakan bahwa
tentara muslim Amerika !!! boleh bergabung dengan pasukan salib Amerika untuk
memerangi kaum muslimin di Afghanistan dengan dalih bahwa loyalitas
nasionalisme dan kebangsaan harus didahulukan atas loyalitas agama dan aqidah.
Al Qardlawi dengan fatwa ini telah terjatuh dalam dua pembatal keislaman:
Pertama dia membolehkan dan menghalalkan sesuatu yang sudah jelas lagi pasti
keharamannya (bahkan kekufurannya), yaitu mendukung orang-orang musyrik untuk
menindas kaum muslimin. Ke dua dia telah mendahulukan loyalitas nasionalisme
dan kebangsaan atas agama dan ‘aqidah Islamiyyah. Di samping itu diapun
bersama-sama dengan pasukan salib memikul setiap tetes darah kaum muslimin yang
tertumpah di Afghanistan. Inikah ‘aqidah orang yang menjadi rujukan segala
hukum di kalangan Islamiyyin yang mengusung parlemen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar