Minggu, 05 Mei 2013

FONEMENA PARTAI POLITIK PERSIAPAN PEMILU



Fonemena ParPol [1]
Persiapan Pemilu
·         Pengrekrutan
Setiap parpol dalam pengrekrutan anggota ber-macam2 tetapi tetap sama, yah sama dalam hal memperbanyak massa maupun para simpatisan. Yang pasti melakukan hal2 yang bersifat social, akedemis maupun membuat isu2 kebijakan yang sedang berjalan di negeri ini.
Tetapi sebetulnya itu dilakukan demi untuk memenangkan pemilu yang akan datang, apalagi 2 atau 1 tahun menjelang pemilu, akan tampak di depan public semua parpol akan saling berdalil dan mengklaim bahwa parpolnya yang benar dan yang lain belum tentu bahkan tidak, kecuali bagi orang2 yang pernah berada didalamnya.
Bahkan parpol yang baru pun mengklaim akan membawa perubahan dan berbeda dengan parpol2 pendahulunya, tapi harus dapat membedakan makna kata”baru”, ibarat sebuah buku yang hanya covernya saja yang baru tapi isinya masih yang lama = parpol baru tapi politisi wajah lama masih dominan.
Adapun cara2 pengrekrutan :
1.      Diskusi
2.      Aksi social
3.      Bakti social
4.      Pendidikan/Terprogram
5.      Mendirikan basis social (sayap partai)
6.      Membuat propaganda
7.      Membagikan tulisan visi-misi
8.      Pertemuan2, DLL.
Dari cara2 diatas sudah pasti memberikan sebuah pengetahuan tentang politik-sosial-kenegaraan, tetapi hal itu pastinya tersisipkan doktrin2 parpol demi mendapatkan massa. Tapi perlu di ingat bahwa yang menjalankan pengrekrutan ini tidak lain adalah anggota2 partai yang bekerja entah itu sesuai komando petinggi partai atau tidak, entah di danai oleh partai atau tidak, entah itu terprogram dari partai atau tidak, yang jelas yang dilakukannya atas kesadaran dan jiwa patriot entah bertujuan demi kepentingan pribadi, kelompok ataupun rakyat. Jadi inti dari pengrekrutan ini intinya demi mendapatkan massa.

·         Pengcalegkan
Dalam hal pengcalegkan/calon legeslatif, ada kebijakan parpol yakni secara jorjoran membuka kran kepada setiap orang untuk dapat mendaftarkan diri untuk menjadi caleg (seperti bis angkutan umum) dengan biaya atau tanpa di pungut biaya. Ini sangat jelas menuai pro dan kontra.
Orang yang awalnya bukan sebagai anggota parpol dapat mendaftar menjadi caleg ini dapat disebut sebagai pihak yang pro, sedangkan anggota parpol merasa hal ini dapat meminilsasikan peluangnya untuk menjadi caleg jika di ukur dari perjuangannya dalam membangun kredibilitas parpol tersebut adalah pihak yang kontra.
Secara logika, sesungguhnya orang yang tadinya diluar anggota parpol dengan berani mendaftarkan diri menjadi caleg adalah orang2 yang mampu dalam bidang materi dan politik serta politisi2 senior  yang gagal, tetapi sebagian besar di dominasi oleh orang2 yang mampu di bidang materi saja. Orang2 tersebut pun berani melakukan politik transaksional kepada oknum2 DPW maupun DPD parpol demi lolos dari verifikasi partai sampai2 terjadi caleg ganda maupun verifikasi KPU ini menandakan “Sistem politik ini seperti angkutan bis kota. Terserah mau naik dimana,turun dimana yang penting bayar”.


Lihat saja penomena selebritis dan pengusaha mencalonkan menjadi caleg, selebritis punya modal dan punya massa melalui fans2nya serta popularitasnya, sedangkan pengusaha punya modal dan punya massa dari perusahaannya serta popularitanya di segala instasi pemerintah, sedangkan pula kemampuan politisi2 senior yang gagal lebih dari selebritis maupun pengusaha.
1.      Entah bagaimana jadinya negeri ini jika wakil2 rakyatnya kebanyakan dari selebritis, mungkin negeri ini ingin dijadikan negari Hollywood?
2.      Entah bagaimana jadinya negeri ini jika wakil2 rakyatnya kebanyakan dari pengusaha, mungkin negeri ini ingin dijadikan negeri Kapitalis?
3.      Entah bagaimana jadinya negeri ini jika wakil2 rakyatnya kebanyakan politisi2 senior yang gagal, mungkin negeri ini ingin dijadikan negeri yang gagal? Dimana kondisi negeri ini diambang kegagalan !
Permasalahan tersebut diatas adalah sebuah dilema bagi anggota2 parpol, dimana mereka yang kekurangan dari segi materi, dimana mereka yang sungguh2 ingin membangun negeri ini dengan jiwa patriotnya serta telah membangun kredibilitas parpol, terperangkap oleh kebijakan parpol dalam pencalegkan. Kecuali bagi anggota2 parpol yang berkelas, karena di dalam setiap parpol juga sebenarnya telah mengsisipkan system feodal dan kapitalis, sebagai bukti adanya kelas dalam parpol, yakni kelas elite/atas parpol yaitu anggota2 yang menduduki jabatan strategis di parpol ataupun mempunyai hubungan sedarah atau kerabat dengan pemilik atau petinggi parpol, sedangkan kelas non elite/bawah yang tidak mempunyai jabatan strategis maupun hubungan kerabat dengan memilik atau petinggi parpol tersebut. Jadi bagi parpol2 tersebut tidak mencerminkan masyarakat yang prulal (beragam) dan egaliter (kesamaan).

Jadi bagaimana mungkin sebuah parpol dapat membangun negeri ini ataupun memperjuangankan rakyat ? jika masih menggunakan system feodal dan kapitalis, dimana system tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila sebagai ideology bangsa, sungguh mustahil kecuali Tuhan YME menghendaki lain yakni menyadarkan mereka jika sudah menduduki dikursi kekuasaan.
Sesungguhnya kebijakan parpol tersebut secara tidak langsung telah melakukan atau membiarkan politik transaksional itu terjadi dimana ini sangat bertentangan dengan etika/moral politik, karena kebijakan tersebut demi untuk mendapatkan massa yang lebih besar dari para caleg selebritis, pengusaha maupun politisi senior yang gagal, karena meraka masih mempunyai massa dan kuat di bidang materi maupun popularitas. Keuntungannya adalah mendapatkan massa yang lebih besar untuk memenangankan pemilu.
Politik transaksional adalah suatu pekerjaan yang berdasarkan factor untung-rugi, layaknya dalam berdagang, ini cendrung dimanfaatkan parpol maupun calegnya sebagai sarana untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya, bukan sebagai sarana untuk memperjuangkan kesejahteraah rakyat.
Jadi bagaimana mungkin untuk membangun negeri ini ataupun memperjuangkan rakyat jika parpol dan para caleg2nya melakukan dan pembiaran politik transaksional ini terjadi, karena jika politik dijadikan seperti sebuah ajang persaingan dagang maka tidak mustahil/lumrah jika para caleg2nya sudah menduduki kursi kekuasaan akan melakukan korupsi, atau bagi parpol/ caleg2nya yang menganut system feodal dan kapitalis maka tidak mustahil/lumrah jika para caleg2nya akan melakukan kebijakan2 demi untuk menguntungkan kepentingan2 kelompoknya/kelas atas.


1.      Bagaimana mau memikirkan rakyat jika belom membalikan modal politiknya, bahkan ada mencari modal tambahan untuk menjalankan politik selanjutnya.
2.      Bagaimana mau memperjuangkan rakyat jika memikirkan aset2 politiknya maupun usahanya jika mendapatkan ancaman dari pihak2 lawan politiknya ataupun kaum buruh dan kaum petani, sedangkan yang duduk disana adalah orang2 penganut system feodal dan kapitalis, sehingga masyarakat buruh, petani dan rakyat miskin akan tetap saja nasibnya sama bahkan bisa akan lebih parah dari sebelumnya.  
 “Untuk seorang caleg/pemimpin ialah orang yang ikut mengalami penderitaan dan senasib dengan rakyat tersebut, tidaklah cukup dengan hanya prihatin tanpa mengalaminya”.

·         Saat Kampanye
Saat kampanye mungkin setiap parpol akan mencari hubungan dengan Ormas/LSM, Organisasi Mahasiswa, Kades, ataupun semua orang2 yang berpengaruh dalam lingkungan masyarakat tersebut. Mungkin saja mereka dijanjikan atau diberikan timbal-balik oleh parpol/caleg2nya jika sukses dalam menjalan kampanye dan memenangkan pemilu, yang intinya mencari suara massa.
Kampanye juga disebut sebuah ajang kontestan para porpol, pertarungan dipanggung politik para parpol atau kompetisi politik para parpol demi bisa menghipnotis masyarakat, dengan cara berbagai macam seperti yang sudah dibahas diatas yakni “perekrutan”.
Ajang kampanye juga sebagai besar bisa disebut sebagai ajang persaingan kekuatan materi (kekuatan harta) para caleg serta parpolnya, dimana secara jojoran dana2 para caleg serta parpol digelontorkan untuk kampanye seperti sosialisasi caleg dan promosi parta, mengadakan panggung orasi parpol dan caleg, membuat atribut kampanye, membayar tim2 sukses maupun tim2 survie caleg dan parpol, bahkan sampai memberi dana bantuan ke masyarakat, itu semua demi menarik perhatian masyarakat supaya dapat memberi suaranya kepada caleg serta parpolnya deni dapat menghipnotis masyarakat tersebut, intinya adalah mencari suara massa.
Sesungguh dana2 kampanye tersebut secara logika sangat tidak tepat jika ingin membangun kesejahteraan rakyat, karena jika seandainnya para caleg dan para parpol yang ber-beda2 bendera ini menyatukan dana2nya dan digunakan untuk membangun kesejahteraan rakyat, maka hal tersebut merupakan suatu perjuangan yang nyata dari parpol, sehingga kampanye menjadi fair (adil), karena persaingannya bukan lagi bersaing materi (kekuatan harta) tetapi persaingan kemampuan dan kapasitas yang hakikih, seperti kemampuan intelektualitas, moralitas dan religious. Sedangkan sebaliknya, jika dana2 para caleg serta parpolnya digunakan untuk mengkampanyekan para caleg2nya dan parpolnya sendiri, maka sesungguhnya itu bukan untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat tetapi sebaliknya yakni untuk memperjuangkan para calegnya dan parpolnya itu sendiri merebut kursi kekuasaan.

 “Karena hakikatnya politik itu adalah untuk mengsejahterakan rakyat bukan untuk berebutan kursi kekuasaan”.
Sesungguh ini harus ekstra hati2 sebab ukuran untuk membangun negeri ini bukan dengan cara2 perkataan atau janji2, sebab ukuran pertama bagi saya adalah tidak lain adalah senasib dan sependeritaan bukan dengan kata prihatin tanpa mengalaminya, seperti dalam halnya kita bangsa ini bersatu untuk merdeka dari jajahan kompeni, apakah parpol serta caleg2 senasib dan sependeritaan rakyat? Bagaimana parpol serta caleg2nya dapat mengatakan senasib dan sependeritaan? Sebab kita tahu mereka (para caleg parpol) itu bukan golongan kelas bawah atau lebih tepatnya “marhaen” karena para caleg merupakan golongan kelas atas/elite, kelas yang menganut system feodal dan kapitalis, sedangkan kelas bawah/marhaen adalah rakyat Indonesia yang telah dimelaratkan oleh kaum penganut system feodal dan kapitalis sehingga rakyat tersebut nasibnya buruk dan menderita di-tengah2 negeri yang kaya raya. Jelas berbeda para caleg dengan kaum marhaen ! kalo pun ada merekalah yang ada di-tengah2 kaum marhaen yakni para buruh, para petani, para veteran dan rakyat miskin/pinggiran.
Jadi  ukuran kedua bagi saya adalah orang yang pekerja keras untuk memperjuangkan negeri dengan penderitaan bertahun2 dengan sabar menunggu sampai pada akhirnya rakyat sadar akan hal itu,  sebab seorang pemimpin itu harus mengalami penderitaan dalam membangun dan memperjuangkan negeri ini, lihat saja Nabi Muhammad SAW, Yesus Kristus, Budha, Bung Karno, alm. Hugo Chaves presiden Venezuela, Videl Castro mantan presiden Cuba, Luiz Inacio presiden Brazil dan lain2. Sebagain besar dari mereka adalah kaum “marhaen”.
Jadi dalam kampanye kita harus memilih diantara yang benar dan salah, tetapi kita juga punya opsi untuk tidak memilih bagi yang tidak tahu diantara yang benar dan salah, lebih baik tidak memilih jika tidak mengetahui diantara yang benar dan salah, tetapi sangat baik memilih jika mengetahui diantara yang benar dan salah. Karena dalam melakukan sebuah pilihan harus berdasarkan pengetahuan dan keyakinan, sebab jika hanya pengetahuan saya tanpa keyakinan maka akan timbul keraguan dan jika hanya dengan keyakinan saja tanpa pengetahuan sama saja dengan berjudi, jadi jika hanya salah satu dari pengetahuan  atau keyakinan merupakan sesuatu yang tidak baik karena diantara keraguan dan berjudi.
Hati2 juga dengan berbagai cara parpol serta caleg2nya, salah satu yang terkenal adalah money politik yakni memberi imbalan (uang/sembako) dengan pengharapan, ini bukan suatu bentuk amal ibadah, sebab beramal tidak etis atau tidak baik dilakukan pada saat 2 atau 1 tahun menjelang pemilu bahkan saat kampanye (ambil saja uang/sembakonya tapi jangan pilih orangnya), karena sifat utama beramal itu ikhlas atau tidak mengharapkan sesuatu atau menimbulkan simpatik kepada parpol/caleg.
Kejahteraan rakyat tidak semurah harga sembako yang hanya dinikmati beberapa hari saja”.
Jadi harapan kepada rakyat Indonesia harus lebih baik menilai calon2 wakilnya/pemimpinnya jika tidak mau sengsara yang berkelanjutan sampai ke anak-cucu, karena:
“rakyat yang baik pasti akan memilih wakil/pemimpinnya yang baik, rakyat yang buruk akan memilih wakil/pemimpinya yang  buruk pula, karena Negara kita adalah Negara demokrasi, dimana masa depannya ditentukan oleh mayoritas suara rakyat”.
“sepuluh Nabi dan sepuluh Malaikat akan kalah dengan dua puluh satu Iblis jika ditentukan secara demokrasi”


Yang Perlu Disimak

·         Antara Venezuela, Brasil, dan Indonesia[2]
Bagi banyak orang Indonesia, mendiang Presiden Venezuela Hugo Chavez termasuk negarawan Amerika Latin yang paling terpuji selama abad ke-21. Dianggap berpihak kepada wong cilik sedunia, terutama sikapnya yang menentang kesewenangan Barat.
Tetapai Prestasi mantan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, yang juga mewakili sayap kiri, jauh lebih patut dihargai dan diteladani. Lula lahir pada 1945 dari keluarga miskin di Pernambuco, salah satu provinsi termiskin di Brasil. Tak sempat lulus SD, ia mulai bekerja sebagai buruh pabrik pada umur 14 tahun. Beberapa tahun kemudian, ia menjadi aktivis serikat buruh dan pernah dipenjarakan pemerintahan militer. Ia ikut mendirikan Partido dos Trabalhadores, Partai Buruh, pada 1980 dan terpilih menjadi anggota parlemen enam tahun kemudian. Dalam proses transisi ke demokrasi, Lula dan partainya berhasil memperkuat hak buruh tatkala UUD diamendemen. Dia calon presiden dari partainya pada Pemilu 1990, 1994, dan 1998, tetapi baru menang pada 2002 dan terpilih kembali empat tahun kemudian.
Keistimewaan Lula? Kebijakan ekonominya mengandung tiga unsur pokok yang saling menopang. Pertama, dia melanjutkan semua kebijakan makroekonomi pendahulunya, termasuk pembayaran kembali utang negaranya kepada IMF. Perbuatan itu penting demi menjamin kestabilan ekonomi Brasil mengingat reputasi lama Lula selaku aktivis kiri yang garang. Kedua, program pengentasan orang miskin serius ditangani. Program terbesar, Bolsa Familia (Tunjangan Keluarga) berbentuk bantuan untuk keluarga miskin yang punya anak bersekolah. Fome Zero (Zero Kelaparan) menggabungkan sejumlah program khusus menghapus kelaparan. Ketiga, program sosial itu diberi landasan kukuh melalui program pembangunan infrastruktur besar-besaran (350 miliar dollar AS selama masa jabatan kedua) bernama PAC (Programa de Aceleracao do Crescimento/Program Akselerasi Pertumbuhan). Modalnya diperoleh dari anggaran pemerintah pusat, BUMN, dan swasta. Proyek konstruksi bidang sanitasi, energi, pengangkutan, dan logistik diprioritaskan agar sektor swasta terdorong bertumbuh lebih cepat.
Kebijakan ini berhasil. Menurut Bank Dunia, ekonomi Brasil kini tergolong maju dan stabil selaku ekonomi terkaya ketujuh di dunia. PAC berdampak cukup besar bagi laju pertumbuhan yang mencapai 7,5 persen pada 2010. Setahun kemudian, ketika pasar global terguncang, ekonomi Brasil mampu bertumbuh 2,7 persen. Kemiskinan ekstrem (pendapatan di bawah 1,25 dollar AS per hari) berkurang dari 10 persen pada 2004 menjadi 2 persen pada 2009.
Tak kurang penting, sukses ini terjadi di negara demokratis. Menurut ukuran baku Freedom House, Brasil terhitung negara bebas seperti Indonesia. Namun, tingkatnya sedikit lebih tinggi dari Indonesia dengan freedom rating 2,0 lawan 2,5. Pers dan tingkat kebebasan sipil dinilai lebih baik ketimbang Indonesia. Freedom House menggunakan skala 1-7 dengan 1 sebagai tingkat paling bebas atau demokratis.
Bagaimana kebijakan Chavez di Venezuela? Menurut Bank Dunia, kemiskinan ekstrem dikurangi dari 32 persen pada 1995 menjadi 19 persen pada 2005. Keberhasilan itu disebabkan program perawatan kesehatan gratis, makanan pokok yang disubsidi, pembagian tanah kepada ratusan ribu petani miskin, dan pembentukan 100.000 koperasi yang memberi pekerjaan kepada 1,5 juta anggotanya.
Tak Sulit Dicapai
Selain itu, sulit mencari berita bagus tentang ekonomi Venezuela, yang kian banyak dimiliki negara sejak Chavez jadi presiden. Masalah utamanya mungkin bukan ideologi sosialisnya, tetapi ketergantungannya kepada minyak yang merupakan 30 persen dari produk domestik bruto dan 90 persen dari hasil ekspor. Selama ia berkuasa, laju pertumbuhan ekonomi Venezuela tidak pernah stabil dan sering negatif, termasuk pada 2009 dan 2010.
Lebih berat lagi, politik Venezuela kacau-balau di bawah Chavez. Statusnya, menurut Freedom House, hanya partly free, sebagian bebas. Hak politik dan kebebasan sipil diberi, jauh di bawah Brasil dan Indonesia. Para hakim tak berani melawan kehendak pemerintah. Pers disensor dan diintimidasi.
Sedangkan posisi Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ketiga di dunia tak banyak berbeda dengan Brasil sebagai negara terbesar di Amerika Latin dan terbesar kelima di dunia. Jadi, tingkat keberhasilan Brasil seharusnya tak sulit dicapai di Indonesia asal masyarakatnya pinter memilih pemerintahan yang tepat. Karena hal ini sesuai dengan cita2 konfresi Asia-Afrika.[3]
·       Alm. Hugo Chaves Frias Presiden Venezuela Penerus Bung Karno[4]
Dunia sungguh terkejut atas meninggalnya Presiden Venezuela bernama lengkap Hugo Rafael Chavez Frias. Banyak hal yang bisa ditulis tentang Chavez dari beragam perspektif. Namun penulis tertarik mengelaborasi sukses revolusi Chavez yang konon juga berkat pemikiran Bung Karno. Kita juga perlu belajar. Sebab, di bawah Chavez, Venezuela bisa menjadi bangsa yang memiliki jati diri, mandiri secara ekonomi, dan mampu menghadapi gempuran neoliberalisme, yang menjelma di dalam perusahaan-perusahaan multinasional.
Lagi pula, meski konon ia amat dipengaruhi Fidel Castro—pemimpin Kuba—ada pula analisis menyebutkan, dalam beberapa hal, pemikiran Bung Karno juga cukup memberi pengaruh, khususnya pemikiran dan perjuangan Bung Karno ketika pidato-pidatonya “membakar” massa di mana pun untuk menentang “neo-kolonialisme-imperialisme” alias “nekolim”. Lalu, Marhaenisme Sukarno yang menjadi asas dasar Partai Nasional Indonesia pada 1927, yang begitu mengandalkan kekuatan rakyat, tampaknya diadopsi Chavez untuk mendirikan partai serupa di Venezuela.
Tentu sejauh mana ada pengaruh Bung Karno, hal ini jelas masih bisa dipertanyakan. Hanya, yang jelas, keluarga Chavez konon beberapa kali berziarah ke makam Bung Karno di Blitar.
Jika menilik sepak terjangnya, Chavez amat dikenal dengan sosialisme abad ke-21-nya, yang konon memang ada pengaruh dari pemikiran Bung Karno. Sosialisme abad ke-21 Chavez harus dibedakan dengan sosialisme Soviet. Yang dimaksudkan sosialisme abad ke-21 bukanlah “kapitalisme negara”, sebagaimana terjadi di Uni Soviet. Sosialisme Soviet gagal mensejahterakan rakyat karena semua kekuasaan justru terpusat pada partai komunis, dan hal itu jelas tidak demokratis.
Justru itulah yang menjadi sumber kegagalan revolusi sosialis di Uni Soviet, karena kaum petani atau buruh menjadi malas berjuang untuk membela sosialisme tersebut.
Sedangkan sosialisme yang diperjuangkan Chavez selalu bertumpu pada partisipasi aktif rakyat, khususnya kaum petani dan buruh. Lalu, ketika berkuasa, Chavez mengupayakan transformasi ekonomi yang sungguh pro terhadap rakyat. Serta yang penting adalah etika sosialis yang menekankan pentingnya bela rasa (solidaritas), kasih sayang, dan keadilan, atau biasanya mencuat dalam slogan: “dari semua untuk semua”.
Chavez memang amat mengandalkan gerakan rakyat. Dia sudah membuktikan tak akan mampu mewujudkan sosialisme abad ke-21 atau revolusi Bolivarian-nya seorang diri. Wikipedia mencatat, suami Marisabel Rodriguez itu memimpin MBR-200 (Revolutionary Bolivarian Movement-200)—kudeta yang tidak sukses melawan pemerintahan Presiden Carlos Andes Perez pada 1992, sehingga ia pun dijebloskan ke penjara.
Kegagalan itu memberi pelajaran berharga bagi Chavez untuk semakin menggalang gerakan sosial yang menciptakan politik alternatif guna mengambil alih kekuasaan politik dari para pemimpin, wakil rakyat, birokrasi, dan militer yang sudah berada dalam ketiak perusahaan-perusahaan multinasional yang menguasai negara dan segenap isinya. Maka, setelah dua tahun dibebaskan dari penjara, Chavez mendirikan partai sosial demokratik yang bernama “The Fifth Republic Movement” dan terpilih menjadi Presiden Venezuela pada 1998.
Nah, setelah menjadi orang nomor satu, Chavez tidak lupa kepada rakyat, khususnya kaum buruh dan petani. Ia mendorong perubahan konstitusi baru yang menaikkan hak bagi kelompok buruh dan petani sehingga menyebabkan dirinya terpilih kembali dalam pemilu 2000. Lalu, dalam periode kedua kekuasaannya, Chavez menerapkan sistem yang dikenal dengan “Bolivarian Mission” (Misi Bolivarian), “Communal Council” (Perwakilan Komunal atau Rembuk Desa), dan membentuk koperasi yang dikelola kaum pekerja. Chavez juga menjalankan program reformasi agraria dan menasionalisasi perusahaan-perusahaan multinasional, khususnya minyak di Venezuela.
Kebijakan dan langkah revolusioner itu tentu tidak memuaskan berbagai elemen kekuatan lama (neoliberal) yang masih tersisa. Pemerintahan Chavez pun dikudeta militer, yang didukung oleh media massa dan kekuatan korporasi pada 2002. Chavez kalah. Namun hanya sehari militer berkuasa dan mengangkat presiden boneka, pengusaha Pedro Fransisco Carmona Estanga. Pasalnya, ketika tahu Chavez dikudeta, ratusan ribu orang bergerak dan turun ke jalan mengepung istana kepresidenan Miraflores, di Karakas. Mereka meminta Chaves dikembalikan. Keesokan harinya, 14 April 2002, kudeta bisa digagalkan, dan Chavez dibawa kembali dari pengasingannya oleh tentara Bolivarian ke istananya. Lagi-lagi kekuatan rakyat berada di belakang Chavez.
Rakyat pula yang memilihnya kembali pada pemilu 2012 untuk menjadi presiden keempat kalinya. Sebagaimana Bung Karno pada eranya, Chavez, pada abad ke-21 ini, menjadi simbol perlawanan terhadap kaum imperialis global, seperti Amerika Serikat.
Olahraga
Sebagaimana Bung Karno menyadari bahwa jiwa-jiwa yang diinjak kaum imperialis terus membutuhkan pemacu semangat dalam bentuk olahraga, demikian pula Chavez. Seperti diketahui, pada era Bung Karno, olahraga kita sangat disegani, termasuk sepak bola kita.
Sebelum Chavez menjadi presiden pada 1999, sepak bola negeri itu hanya “pupuk bawang”. Peringkat FIFA negara tersebut hanya berada di urutan ke-110. Namun, sejak 2012, peringkatnya sudah ada di posisi ke-40. Pada Copa America 2011, timnas Venezuela melaju ke semifinal untuk pertama kali.
 Olahraga Venezuela memang tengah bangkit. Bukan hanya dalam sepak bola, tapi juga judo, softball, dan baseball. Menurut konstitusi Bolivarian 1999, olahraga menjadi hak konstitusional rakyat. Olahraga pun mengangkat harga diri rakyat Venezuela, dan dalam hal ini ada sentuhan kepemimpinan Chavez.
Karena ada pengaruh Bung Karno itu, sampai-sampai seorang warga negara Cile, Martha Harnecker, menulis: ”Semoga Anda semua semakin bingung, karena penerus Bung Karno ternyata bukan orang Indonesia, tidak berbahasa Indonesia, melainkan Hugo Chavez, orang Venezuela yang beragama Katolik”.
Di tengah praksis politik indonesia yang tidak pro-rakyat dan hanya memperkaya segelintir elite; di tengah kekayaan alam kita yang tergadaikan pada korporasi-korporasi asing; di tengah kemiskinan para buruh dan petani yang tak punya tanah; serta di tengah olahraga, khususnya sepak bola, yang terpuruk akibat kisruh melulu, kita merindukan sosok Chavez, yang tidak menumpuk kekayaan, seperti Marcos dan Soeharto. RIP, Chavez.

·         Inilah daftar gaji dan tunjangan Pejabat Negara/bulan, dan data ini dikeluarkan oleh bagian anggaran tertanggal 22 februari 2005.[5]
Fasilitas anggota DPR RI, 2004-2009
A. Gaji pokok dan tunjangan
1. Rp 4.200.000/bulan
2. Tunjangan : Jabatan Rp 9.700.000/ bulan; Uang paket Rp 2.000.000/bulan; Beras Rp 30.090/jiwa/bulan; Keluarga: suami/istri (10% X Gaji pokok Rp 420.000/bln) anak (25 X Gaji pokok Rp 84.000/jiwa/bulan); dan Khusus pph pasal 21 Rp 2.699.813
B. Penerimaan lain-lain
Tunjangan kehormatan Rp 3.720.000/bulan; Komunikasi intensif Rp 4.140.000/bulan; Bantuan langganan listrik dan telepon Rp 4.000.000; Pansus Rp 2.000.000/undang-undang per paket; Asisten anggota (1 orang Rp 2.250.000/bulan); dan Fasilitas kredit mobil Rp 70.000.000/orang/per periode
C.Biaya perjalanan
1. Piket pulang pergi sesuai daerah tujuan masing-masing
2. Uang harian: Daerah tingkat I Rp 500.000/hari; Derah tingkat II Rp 400.000/hari dan Uang representasi: Daerah Tingkat I Rp 400.000 dan Daerah Tingkat II Rp 300.000
(keterangan: lamanya perjalanan sesuai program kerja, dan sebanyak-banyaknya 7 hari untuk kunjungan kerja per orangan, dan 5 hari untuk kunjungan kerja tim komisi/gabungan komisi)
D. Rumah jabatan
1. Anggaran pemeliharaan
- RJA Kalibata, Jakarta Selatan Rp 3.000.000/rumah/tahun
- RJA Ulujami, Jakarta Barat Rp 5.000.000/rumah/tahun
2. Perlengkapan rumah lengkap
E. Perawatan kesehatan uang duka dan biaya pemakaman
1. Biaya pengobatan (oleh PT Askes)
- Anggota DPR, suami/anak kandung/istri dan atau anak angkat dari anggota yang bersangkutan.
- Jangkauan pelayanan nasional: Di provider diseluruh Indonesia yang ditunjuk termasuk provider ekslusif untuk rawat jalan dan rawat inap.
2. Uang duka : wafat (3 bulan X gaji) dan tewas (6 bulan x gaji)
3. Biaya pemakaman Rp 1.050.000/orang
F. Pensiunan
Uang pensiun (60% x gaji pokok) Rp 2.520.000/bulan dan Tunjangan beras Rp 30.090/jiwa/bulan
Presiden:
Gaji pokok Rp 30.240.000 dan Tunjangan jabatan Rp 32.500.000 jadi Total Rp 62.740.000.
Wakil Presiden:
Gaji Pokok Rp 20.160.000 dan Tunjangan jabatan Rp 22.000.000 jadi Total Rp 42.160.000
Ketua DPR:
Gaji pokok Rp 5.040.000; Tunjangan jabatan Rp 18.900.000; Uang paket Rp 2.000.000; dan Komunikasi Intensif Rp 4.968.000; jadi Total Rp 30.908.000
Ketua Mahkamah Agung (MA):
Gaji pokok Rp 5.040.000; Tunjangan jabatan Rp 18.900.000; dan Uang paket Rp 450.000; jadi Total Rp 24.390.000
Ketua BPK:
Gaji pokok Rp 5.040.000 dan Tunjangan jabatan Rp 18.900.000; jadi Total Rp 23.940.000
Wakil Ketua DPR:
Gaji pokok Rp 4.620.000 dan Tunjangan jabatan Rp 15.600.000; Uang paket Rp 2.000.000; dan Komunikasi Intensif Rp 4.554.000; jadi Total Rp 26.774.000
Wakil Ketua MA:
Gaji pokok Rp 4.620.000; Tunjangan jabatan Rp 15.600.000; dan Uang paket Rp 450.0000; jadi Total Rp 20.670.000
Wakil Ketua BPK:
Gaji pokok Rp 4.620.000 dan Tunjangan jabatan Rp 15.600.000; jadi Total Rp 20.220.000
Ketua Muda MA:
Gaji pokok Rp 4.410.000; Tunjangan jabatan Rp 10.100.000; dan Uang paket Rp 450.000; jadi Total Rp 14.960.000
Anggota DPR sebagai Ketua Komisi atau Badan:
Gaji pokok Rp 4.200.000; Tunjangan jabatan Rp 9.700.000; Uang paket Rp 2.000.000; Tunjangan kehormatan Rp 4.460.000; Komunikasi Intensif Rp 4.140.000; dan Bantuan listrik Rp 4.000.000; jadi Total Rp 28.500.000
Anggota DPR sebagai Wakil Ketua Komisi atau Badan:
Gaji pokok Rp 4.200.000; Tunjangan jabatan Rp 9.700.000; Uang paket Rp 2.000.000; Tunjangan kehormatan Rp 4.300.000; Komunikasi Intensif Rp 4.410.000; dan Bantuan listrik Rp 4.000.000; jadi Total Rp 28.340.000
 Anggota DPR sebagai Anggota Komisi atau Badan:
Gaji pokok Rp 4.200.000; Tunjangan jabatan Rp 9.700.000; Uang paket Rp 2.000.000; Tunjangan kehormatan Rp 3.720.000; Komunikasi Intensif Rp 4.410.000; dan Bantuan listrik Rp 4.000.000; jadi Total Rp 27.760.000
Anggota MA:
Gaji pokok Rp 4.200.000; Tunjangan jabatan Rp 9.700.000; dan Uang paket Rp 450.000; jadi Total Rp 14.350.000
Anggota BPK:
Gaji pokok Rp 4.200.000; dan Tunjangan jabatan Rp 9.700.000; jadi Total Rp 13.900.000
Menteri Negara, Jaksa Agung, Panglima TNI dan pejabat lain yang setingkat atau disetarakan dengan Menteri Keuangan:
Gaji pokok Rp 5.040.000; dan Tunjangan jabatan Rp 13.608.000; jadi Total Rp 18.648.000
Kepala Daerah Provinsi:
Gaji pokok Rp 3.000.000; dan Tunjangan jabatan Rp 5.400.000; jadi Total Rp 8.400.000
Wakil Kepala Daerah Provinsi:
Gaji pokok Rp 2.400.000; dan Tunjangan jabatan Rp 4.320.000; jadi Total Rp 6.720.000
Kepala Daerah Kabupaten/kota:
Tunjangan pokok Rp 2.100.000; dan Tunjangan jabatan Rp 3.780.000; jadi Total Rp 5.880.000
Wakil Kepala Daerah:
Gaji pokok Rp 1.800.000; dan Tunjangan jabatan Rp 3.240.000; jadi Total Rp 5.040.000
·         Terkait pelaksanaan PP 37 Tahun 2006 tentang Pemerintah Keluarkan Pedoman Gaji DPRD
Pemerintah telah menge-luarkan pedoman pelaksa-naan PP 37 Tahun 2006 untuk mengatur besarnya gaji ang-gota DPRD. Hal ini dilakukan menyusul maraknya protes di kalangan masyarakat yang menilai kenaikan gaji anggota dewan sesuai PP tersebut tidak realistis dan pro-rakyat. 
Menteri Keuangan masih Sri Mul-yani Indrawati dan Mendagri M Ma‘ruf, dalam jumpa pers kemarin (10/01) menjelaskan, pemerintah membuat pedo-man pelaksanaan pembaya-ran gaji dewan dengan mem-bentuk kelompok kemam-puan keuangan daerah seba-gai dasar menentukan besa-ran gaji bagi anggota legislatif. 
“Peraturan Pelaksana PP 37 Tahun 2006 terutama untuk mencegah hal-hal yang sela-ma ini disampaikan oleh LSM, akademisi, masyarakat. Jadi dalam hal ini kita membuat keseimbangan di satu sisi DPRD harus menjalankan tu-gas, fungsi, dan wewenang de-ngan memberikan tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional kepada DPRD, tapi tidak menyalahguna-kannya untuk melayani diri sendiri,” kata Sri Mulyani se-bagaimana dilansir indonesia headlines online. 
Seperti diketahui pemerin-tah mengeluarkan PP 37 Ta-hun 2006 sebagai perubahan atas PP Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protoko-ler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. Dalam PP tersebut pemerintah mene-tapkan batas paling tinggi besarnya Dana Operasional dan Tunjangan Komunikasi Intensif yang berdampak pada kenaikan gaji yang diterima Pimpinan dan Anggota De-wan. 
Pedoman pelaksanaan PP tersebut, kata dia, mengelom-pokan kemampuan keuangan daerah berdasarkan Pendapa-tan Umum Daerah setelah dikurangi belanja untuk gaji pegawai negeri terhadap be-saran Tunjangan Komunikasi Intensif dan Dana Opera-sional.
Penentuan kelompok ke-mampuan keuangan daerah dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu kelompok tinggi, sedang dan rendah. Kelompok tinggi adalah daerah dengan ke-mampuan keuangan lebih be-sar dari Rp1,5 triliun (propin-si) dan untuk kota/kabupaten kemampuan keuangan lebih besar dari Rp0,5 triliun. 
Kelompok sedang adalah da-erah dengan kemampuan ke-uangan untuk propinsi antara Rp0,6 triliun sampai Rp1,5 triliun, sedangkan kabupa-ten/kota sebesar Rp0,2 triliun sampai Rp0,5 triliun. 
Kelompok rendah adalah da-erah dengan kemampuan ke-uangan kurang dari Rp0,6 tri-liun untuk propinsi, dan ku-rang dari Rp0,2 triliun untuk kabupaten/kota. Dalam im-plementasi pedoman peratu-ran tersebut, di tingkat pro-pinsi untuk kelas kemampuan keuangan daerah tinggi (atau lebih besar dari Rp1,5 triliun), seorang Ketua DPRD dalam satu bulan mendapat gaji maksimum Rp32.250.250, Wakil Ketua DPRD sebesar Rp22.787.500, dan anggota DPRD sebesar Rp12.862.000.
Di kelas kemampuan keua-ngan daerah sedang (Rp600 miliar-Rp1,5 triliun), Ketua DPRD di tingkat Propinsi memperoleh gaji per bulan Rp23.250.250, Wakil Ketua DPRD sebesar Rp16.187.500, dan anggota DPRD sebesar Rp9.862.000. 
Di kelas kemampuan keua-ngan daerah rendah setiap bulan Ketua DPRD di tingkat provinsi menerima sebesar Rp14.250.250, Wakil Ketua DPRD menerima Rp10.787. 500, dan anggota DPRD men-dapat Rp6.862.000. 
Sementara untuk kota dan kabupaten, di kelas kemam-puan keuangan daerah tinggi (lebih besar dari Rp0,5 tri-liun), seorang Ketua DPRD mendapat gaji Rp24.721.375 per bulan, Wakil Ketua DPRD sebesar Rp17.677.450 per bu-lan, dan anggota DPRD sebe-sar
Rp10.624.600 per bulan. Untuk kelas kemampuan keuangan daerah sedang di kabupaten/kota (Rp200 mi-liar-Rp0,5 triliun), seorang Ke-tua DPRD per bulan meneri-ma 18.421.375, Wakil Ketua DPRD menerima Rp13.057. 450, sedangkan anggota DPRD menerima Rp8.524. 600. 
Sedangkan dalam kelas kemampuan keuangan da-erah kategori rendah (di bawah Rp200 miliar), Ketua DPRD per bulan menerima Rp12.121.375, Wakil Ketua sebesar Rp9.277.450, dan anggota DPRD Rp6.424. 600.(ihc/*)
* Kemampuan Daerah (di atas Rp1,5 triliun)
Ketua DPRD              : Rp. 32.250.250
Wkl Ketua DPRD       : Rp. 22.787.500
Anggota DPRD          : Rp. 12.862.000 
* Kemampuan Daerah (Rp600 jt s/d 1,5 triliun)
Ketua DPRD              : Rp. 23.250.250 
Wkl Ketua DPRD       : Rp. 16.187.500
Anggota DPRD          : Rp. 9.862.000

* Kemampuan Daerah (kurang dari Rp600 juta) 
Ketua DPRD              : Rp. 14.250.250
Wkl Ketua DPRD       : Rp. 10.787.500
Anggota DPRD          : Rp. 6.862.000 
* Kemampuan Daerah (di atas Rp500 juta) 
Ketua DPRD              : Rp. 24.721.375 
Wakil Ketua                : Rp. 17.677.450 
Anggota DPRD          : Rp. 10.624.600 
* Kemampuan Daerah (Rp200-Rp500 miliar) 
Ketua DPRD              : Rp. 18.421.375
Wakil Ketua                : Rp. 13.057.450
Anggota DPRD          : Rp. 8.524.600
* Kemampuan Daerah (di bawah Rp200 miliar)
Ketua DPRD              : Rp. 12.121.375
Wakil Ketua                : Rp. 9.277.450
Anggota DPRD          : Rp. 6.424.600


[1] IR. Mulyadi, Mahasiswa Univ. Mpu Tantular Jakarta - Angkatan 2010 – Fakultas Hukum
[2] R William Liddle  ;  Profesor Emeritus Ilmu Politik, Ohio State University, AS - KOMPAS, 19 Maret 2013
[3] IR. Mulyadi, Mahasiswa Univ. Mpu Tantular Jakarta - Angkatan 2010 – Fakultas Hukum
 [4] TEMPO.CO Endang Suryadinata, Peminat Sejarah, Alumnus Erasmus Universiteit Rotterdam-Belanda
[5] Daftar ini dikeluarkan oleh Bagian Anggaran Departemen Keuangan, ditandatangi pada tanggal 28 januari 2005 sebelum disesuaikan dengan anggaran kenaikan APBN 2006 .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar