·
Pengrekrutan
Setiap
parpol dalam pengrekrutan anggota ber-macam2 tetapi tetap sama, yah
sama dalam hal memperbanyak massa maupun para simpatisan. Yang pasti melakukan
hal2 yang bersifat social, akedemis maupun membuat isu2
kebijakan yang sedang berjalan di negeri ini.
Tetapi
sebetulnya itu dilakukan demi untuk memenangkan pemilu yang akan datang,
apalagi 2 atau 1 tahun menjelang pemilu, akan tampak di depan public semua parpol
akan saling berdalil dan mengklaim bahwa parpolnya yang benar dan yang lain
belum tentu bahkan tidak, kecuali bagi orang2 yang pernah berada
didalamnya.
Bahkan
parpol yang baru pun mengklaim akan membawa perubahan dan berbeda dengan parpol2
pendahulunya, tapi harus dapat membedakan makna kata”baru”, ibarat sebuah buku
yang hanya covernya saja yang baru tapi isinya masih yang lama = parpol baru
tapi politisi wajah lama masih dominan.
Adapun
cara2 pengrekrutan :
1. Diskusi
2. Aksi
social
3. Bakti
social
4. Pendidikan/Terprogram
5. Mendirikan
basis social (sayap partai)
6. Membuat
propaganda
7. Membagikan
tulisan visi-misi
8. Pertemuan2,
DLL.
Dari
cara2 diatas sudah pasti memberikan sebuah pengetahuan tentang
politik-sosial-kenegaraan, tetapi hal itu pastinya tersisipkan doktrin2
parpol demi mendapatkan massa. Tapi perlu di ingat bahwa yang
menjalankan pengrekrutan ini tidak lain adalah anggota2 partai yang
bekerja entah itu sesuai komando petinggi partai atau tidak, entah di danai
oleh partai atau tidak, entah itu terprogram dari partai atau tidak, yang jelas
yang dilakukannya atas kesadaran dan jiwa patriot entah bertujuan demi
kepentingan pribadi, kelompok ataupun rakyat. Jadi inti dari pengrekrutan ini intinya demi mendapatkan massa.
·
Pengcalegkan
Dalam
hal pengcalegkan/calon legeslatif, ada kebijakan parpol yakni secara jorjoran
membuka kran kepada setiap orang untuk dapat mendaftarkan diri untuk menjadi
caleg (seperti bis angkutan umum) dengan biaya atau tanpa di pungut biaya. Ini
sangat jelas menuai pro dan kontra.
Orang
yang awalnya bukan sebagai anggota parpol dapat mendaftar menjadi caleg ini
dapat disebut sebagai pihak yang pro, sedangkan anggota parpol merasa hal ini
dapat meminilsasikan peluangnya untuk menjadi caleg jika di ukur dari
perjuangannya dalam membangun kredibilitas parpol tersebut adalah pihak yang
kontra.
Secara
logika, sesungguhnya orang yang tadinya diluar anggota
parpol dengan berani mendaftarkan diri menjadi caleg adalah orang2
yang mampu dalam bidang materi dan politik serta politisi2 senior yang gagal, tetapi sebagian besar di dominasi
oleh orang2 yang mampu di bidang materi saja. Orang2
tersebut pun berani melakukan politik transaksional kepada oknum2 DPW
maupun DPD parpol demi lolos dari verifikasi partai sampai2 terjadi caleg
ganda maupun verifikasi KPU ini menandakan “Sistem politik ini seperti angkutan bis kota. Terserah mau naik
dimana,turun dimana yang penting bayar”.
Lihat saja penomena selebritis dan pengusaha mencalonkan menjadi caleg, selebritis punya modal dan punya massa melalui fans2nya serta popularitasnya, sedangkan pengusaha punya modal dan punya massa dari perusahaannya serta popularitanya di segala instasi pemerintah, sedangkan pula kemampuan politisi2 senior yang gagal lebih dari selebritis maupun pengusaha.
1. Entah
bagaimana jadinya negeri ini jika wakil2 rakyatnya kebanyakan dari
selebritis, mungkin negeri ini ingin dijadikan negari Hollywood?
2. Entah
bagaimana jadinya negeri ini jika wakil2 rakyatnya kebanyakan dari
pengusaha, mungkin negeri ini ingin dijadikan negeri Kapitalis?
3. Entah
bagaimana jadinya negeri ini jika wakil2 rakyatnya kebanyakan
politisi2 senior yang gagal, mungkin negeri ini ingin dijadikan
negeri yang gagal? Dimana kondisi negeri ini diambang kegagalan !
Permasalahan
tersebut diatas adalah sebuah dilema bagi anggota2 parpol, dimana
mereka yang kekurangan dari segi materi, dimana mereka yang sungguh2
ingin membangun negeri ini dengan jiwa patriotnya serta telah membangun
kredibilitas parpol, terperangkap oleh kebijakan parpol dalam pencalegkan.
Kecuali bagi anggota2 parpol yang berkelas, karena di dalam setiap
parpol juga sebenarnya telah mengsisipkan system feodal dan kapitalis,
sebagai bukti adanya kelas dalam parpol, yakni kelas elite/atas parpol yaitu
anggota2 yang menduduki jabatan strategis di parpol ataupun
mempunyai hubungan sedarah atau kerabat dengan pemilik atau petinggi parpol,
sedangkan kelas non elite/bawah yang tidak mempunyai jabatan strategis maupun
hubungan kerabat dengan memilik atau petinggi parpol tersebut. Jadi bagi parpol2
tersebut tidak mencerminkan masyarakat yang prulal (beragam) dan egaliter
(kesamaan).
Jadi
bagaimana mungkin sebuah parpol dapat membangun negeri ini ataupun
memperjuangankan rakyat ? jika masih menggunakan
system feodal dan kapitalis, dimana system tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila
sebagai ideology bangsa, sungguh mustahil kecuali Tuhan YME menghendaki
lain yakni menyadarkan mereka jika sudah menduduki dikursi kekuasaan.
Sesungguhnya
kebijakan
parpol tersebut secara tidak langsung telah melakukan atau membiarkan politik
transaksional itu terjadi dimana ini sangat bertentangan dengan
etika/moral politik, karena kebijakan tersebut demi untuk mendapatkan massa
yang lebih besar dari para caleg selebritis, pengusaha maupun politisi senior
yang gagal, karena meraka masih mempunyai massa dan kuat di bidang materi
maupun popularitas. Keuntungannya adalah mendapatkan massa yang lebih besar untuk
memenangankan pemilu.
Politik
transaksional adalah suatu pekerjaan yang berdasarkan
factor untung-rugi, layaknya dalam berdagang, ini cendrung dimanfaatkan parpol
maupun calegnya sebagai sarana untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan
kelompoknya, bukan sebagai sarana untuk memperjuangkan kesejahteraah rakyat.
Jadi
bagaimana mungkin untuk membangun negeri ini ataupun memperjuangkan rakyat jika
parpol dan para caleg2nya melakukan dan pembiaran politik
transaksional ini terjadi, karena jika politik dijadikan seperti sebuah ajang
persaingan dagang maka tidak mustahil/lumrah jika para caleg2nya
sudah menduduki kursi kekuasaan akan melakukan korupsi, atau bagi parpol/ caleg2nya
yang menganut system feodal dan kapitalis maka tidak mustahil/lumrah jika para
caleg2nya akan melakukan kebijakan2 demi untuk menguntungkan
kepentingan2 kelompoknya/kelas atas.
1. Bagaimana
mau memikirkan rakyat jika belom membalikan modal politiknya, bahkan ada
mencari modal tambahan untuk menjalankan politik selanjutnya.
2. Bagaimana
mau memperjuangkan rakyat jika memikirkan aset2 politiknya maupun
usahanya jika mendapatkan ancaman dari pihak2 lawan politiknya
ataupun kaum buruh dan kaum petani, sedangkan yang duduk disana adalah orang2
penganut system feodal dan kapitalis, sehingga masyarakat buruh, petani dan
rakyat miskin akan tetap saja nasibnya sama bahkan bisa akan lebih parah dari
sebelumnya.
“Untuk
seorang caleg/pemimpin ialah orang yang ikut mengalami penderitaan dan senasib
dengan rakyat tersebut, tidaklah cukup dengan hanya prihatin tanpa
mengalaminya”.
·
Saat
Kampanye
Saat
kampanye mungkin setiap parpol akan mencari hubungan dengan Ormas/LSM, Organisasi
Mahasiswa, Kades, ataupun semua orang2 yang berpengaruh dalam
lingkungan masyarakat tersebut. Mungkin saja mereka dijanjikan atau
diberikan timbal-balik oleh parpol/caleg2nya jika sukses dalam
menjalan kampanye dan memenangkan pemilu, yang intinya mencari suara massa.
Kampanye
juga disebut sebuah ajang kontestan para porpol, pertarungan dipanggung politik
para parpol atau kompetisi politik para parpol demi bisa menghipnotis
masyarakat, dengan cara berbagai macam seperti yang sudah dibahas diatas yakni
“perekrutan”.
Ajang
kampanye juga sebagai besar bisa disebut sebagai
ajang persaingan kekuatan materi (kekuatan harta) para caleg serta
parpolnya, dimana secara jojoran dana2 para caleg serta parpol
digelontorkan untuk kampanye seperti sosialisasi caleg dan promosi parta,
mengadakan panggung orasi parpol dan caleg, membuat atribut kampanye, membayar
tim2 sukses maupun tim2 survie caleg dan parpol, bahkan
sampai memberi dana bantuan ke masyarakat, itu semua demi menarik perhatian
masyarakat supaya dapat memberi suaranya kepada caleg serta parpolnya deni
dapat menghipnotis masyarakat tersebut, intinya adalah mencari suara massa.
Sesungguh
dana2
kampanye tersebut secara logika sangat tidak tepat jika ingin membangun
kesejahteraan rakyat, karena jika seandainnya para caleg dan para
parpol yang ber-beda2 bendera ini menyatukan dana2nya
dan digunakan untuk membangun kesejahteraan rakyat, maka hal tersebut merupakan
suatu perjuangan yang nyata dari parpol, sehingga kampanye menjadi
fair (adil), karena persaingannya bukan lagi bersaing materi (kekuatan
harta) tetapi persaingan kemampuan dan kapasitas yang hakikih, seperti
kemampuan intelektualitas, moralitas dan religious. Sedangkan sebaliknya,
jika dana2 para caleg serta parpolnya digunakan untuk mengkampanyekan
para caleg2nya dan parpolnya sendiri, maka sesungguhnya itu
bukan untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat tetapi sebaliknya yakni untuk
memperjuangkan para calegnya dan parpolnya itu sendiri merebut kursi kekuasaan.
“Karena
hakikatnya politik itu adalah untuk mengsejahterakan rakyat bukan untuk
berebutan kursi kekuasaan”.
Sesungguh
ini harus ekstra hati2 sebab ukuran untuk membangun negeri ini bukan
dengan cara2 perkataan atau janji2, sebab ukuran pertama bagi saya
adalah tidak lain adalah senasib dan sependeritaan bukan dengan kata prihatin tanpa
mengalaminya, seperti dalam halnya kita bangsa ini bersatu untuk
merdeka dari jajahan kompeni, apakah parpol serta caleg2 senasib dan
sependeritaan rakyat? Bagaimana parpol serta caleg2nya dapat
mengatakan senasib dan sependeritaan? Sebab kita tahu mereka (para caleg parpol)
itu bukan golongan kelas bawah atau lebih tepatnya “marhaen” karena para caleg
merupakan golongan kelas atas/elite, kelas yang menganut system feodal dan
kapitalis, sedangkan kelas bawah/marhaen adalah rakyat Indonesia yang telah
dimelaratkan oleh kaum penganut system feodal dan kapitalis sehingga rakyat
tersebut nasibnya buruk dan menderita di-tengah2 negeri yang kaya
raya. Jelas berbeda para caleg dengan kaum marhaen ! kalo pun ada merekalah
yang ada di-tengah2 kaum marhaen yakni para buruh, para petani, para
veteran dan rakyat miskin/pinggiran.
Jadi ukuran kedua bagi saya
adalah
orang yang pekerja keras untuk memperjuangkan negeri dengan penderitaan
bertahun2 dengan sabar menunggu sampai pada akhirnya rakyat sadar
akan hal itu, sebab seorang pemimpin itu
harus mengalami penderitaan dalam membangun dan memperjuangkan negeri ini,
lihat saja Nabi Muhammad SAW, Yesus Kristus, Budha, Bung Karno, alm. Hugo
Chaves presiden Venezuela, Videl Castro mantan presiden Cuba, Luiz Inacio presiden
Brazil dan lain2. Sebagain besar dari mereka adalah kaum “marhaen”.
Jadi
dalam kampanye kita harus memilih diantara yang benar dan salah, tetapi kita
juga punya opsi untuk tidak memilih bagi yang tidak tahu diantara yang benar
dan salah, lebih baik tidak memilih jika tidak mengetahui diantara yang benar
dan salah, tetapi sangat baik memilih jika mengetahui diantara yang benar dan salah.
Karena dalam melakukan sebuah pilihan harus berdasarkan pengetahuan dan
keyakinan, sebab jika hanya pengetahuan saya tanpa keyakinan maka akan timbul
keraguan dan jika hanya dengan keyakinan saja tanpa pengetahuan sama
saja dengan berjudi, jadi jika hanya salah satu dari pengetahuan atau keyakinan merupakan sesuatu yang tidak
baik karena diantara keraguan dan berjudi.
Hati2
juga dengan berbagai cara parpol serta caleg2nya, salah satu
yang terkenal adalah money politik yakni memberi imbalan
(uang/sembako) dengan pengharapan, ini bukan suatu bentuk amal ibadah, sebab
beramal tidak etis atau tidak baik dilakukan pada saat 2 atau 1 tahun menjelang
pemilu bahkan saat kampanye (ambil saja uang/sembakonya tapi jangan pilih
orangnya), karena sifat utama beramal itu ikhlas atau tidak mengharapkan
sesuatu atau menimbulkan simpatik kepada parpol/caleg.
“Kejahteraan rakyat tidak semurah harga
sembako yang hanya dinikmati beberapa hari saja”.
Jadi
harapan kepada rakyat Indonesia harus lebih baik menilai calon2
wakilnya/pemimpinnya jika tidak mau sengsara yang berkelanjutan sampai ke
anak-cucu, karena:
“rakyat
yang baik pasti akan memilih wakil/pemimpinnya yang baik, rakyat yang buruk
akan memilih wakil/pemimpinya yang buruk
pula, karena Negara kita adalah Negara demokrasi, dimana masa depannya
ditentukan oleh mayoritas suara rakyat”.
“sepuluh
Nabi dan sepuluh Malaikat akan kalah dengan dua puluh satu Iblis jika ditentukan
secara demokrasi”
Yang Perlu Disimak
·
Antara
Venezuela, Brasil, dan Indonesia[2]
Bagi
banyak orang Indonesia, mendiang Presiden Venezuela Hugo Chavez termasuk
negarawan Amerika Latin yang paling terpuji selama abad ke-21. Dianggap
berpihak kepada wong cilik sedunia, terutama sikapnya yang menentang kesewenangan
Barat.
Tetapai
Prestasi mantan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, yang juga mewakili
sayap kiri, jauh lebih patut dihargai dan diteladani. Lula lahir pada 1945 dari
keluarga miskin di Pernambuco, salah satu provinsi termiskin di Brasil. Tak
sempat lulus SD, ia mulai bekerja sebagai buruh pabrik pada umur 14
tahun. Beberapa tahun kemudian, ia menjadi aktivis serikat buruh dan pernah
dipenjarakan pemerintahan militer. Ia ikut mendirikan Partido dos
Trabalhadores, Partai Buruh, pada 1980 dan terpilih menjadi anggota parlemen
enam tahun kemudian. Dalam proses transisi ke demokrasi, Lula dan partainya
berhasil memperkuat hak buruh tatkala UUD diamendemen. Dia calon presiden dari
partainya pada Pemilu 1990, 1994, dan 1998, tetapi baru menang pada 2002 dan
terpilih kembali empat tahun kemudian.
Keistimewaan
Lula? Kebijakan ekonominya mengandung tiga unsur pokok
yang saling menopang. Pertama, dia
melanjutkan semua kebijakan makroekonomi pendahulunya, termasuk pembayaran
kembali utang negaranya kepada IMF. Perbuatan itu penting demi menjamin kestabilan
ekonomi Brasil mengingat reputasi lama Lula selaku aktivis kiri yang garang. Kedua, program pengentasan orang miskin
serius ditangani. Program terbesar, Bolsa Familia (Tunjangan Keluarga)
berbentuk bantuan untuk keluarga miskin yang punya anak bersekolah. Fome Zero
(Zero Kelaparan) menggabungkan sejumlah program khusus menghapus kelaparan. Ketiga, program sosial itu diberi
landasan kukuh melalui program pembangunan infrastruktur besar-besaran (350
miliar dollar AS selama masa jabatan kedua) bernama PAC (Programa de Aceleracao
do Crescimento/Program Akselerasi Pertumbuhan). Modalnya diperoleh dari
anggaran pemerintah pusat, BUMN, dan swasta. Proyek konstruksi bidang sanitasi,
energi, pengangkutan, dan logistik diprioritaskan agar sektor swasta terdorong
bertumbuh lebih cepat.
Kebijakan
ini berhasil. Menurut Bank Dunia, ekonomi Brasil kini tergolong maju dan stabil
selaku ekonomi terkaya ketujuh di dunia. PAC berdampak cukup besar bagi laju
pertumbuhan yang mencapai 7,5 persen pada 2010. Setahun kemudian, ketika pasar
global terguncang, ekonomi Brasil mampu bertumbuh 2,7 persen. Kemiskinan
ekstrem (pendapatan di bawah 1,25 dollar AS per hari) berkurang dari 10 persen
pada 2004 menjadi 2 persen pada 2009.
Tak
kurang penting, sukses ini terjadi di negara demokratis. Menurut ukuran baku
Freedom House, Brasil terhitung negara bebas seperti Indonesia. Namun,
tingkatnya sedikit lebih tinggi dari Indonesia dengan freedom rating 2,0 lawan
2,5. Pers dan tingkat kebebasan sipil dinilai lebih baik ketimbang Indonesia.
Freedom House menggunakan skala 1-7 dengan 1 sebagai tingkat paling bebas atau
demokratis.
Bagaimana
kebijakan Chavez di Venezuela? Menurut Bank Dunia,
kemiskinan ekstrem dikurangi dari 32 persen pada 1995 menjadi 19 persen pada
2005. Keberhasilan itu disebabkan program perawatan kesehatan gratis, makanan
pokok yang disubsidi, pembagian tanah kepada ratusan ribu petani miskin, dan
pembentukan 100.000 koperasi yang memberi pekerjaan kepada 1,5 juta anggotanya.
Tak
Sulit Dicapai
Selain
itu, sulit mencari berita bagus tentang ekonomi Venezuela, yang kian banyak
dimiliki negara sejak Chavez jadi presiden. Masalah utamanya mungkin bukan
ideologi sosialisnya, tetapi ketergantungannya kepada minyak yang merupakan 30
persen dari produk domestik bruto dan 90 persen dari hasil ekspor. Selama ia
berkuasa, laju pertumbuhan ekonomi Venezuela tidak pernah stabil dan sering
negatif, termasuk pada 2009 dan 2010.
Lebih
berat lagi, politik Venezuela kacau-balau di bawah Chavez. Statusnya, menurut
Freedom House, hanya partly free, sebagian bebas. Hak politik dan kebebasan
sipil diberi, jauh di bawah Brasil dan Indonesia. Para hakim tak berani melawan
kehendak pemerintah. Pers disensor dan diintimidasi.
Sedangkan
posisi Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ketiga
di dunia tak banyak berbeda dengan Brasil sebagai negara terbesar di Amerika
Latin dan terbesar kelima di dunia. Jadi, tingkat keberhasilan Brasil
seharusnya tak sulit dicapai di Indonesia asal masyarakatnya
pinter memilih pemerintahan yang tepat. Karena hal ini sesuai dengan cita2
konfresi Asia-Afrika.[3]
· Alm. Hugo Chaves Frias Presiden
Venezuela Penerus Bung Karno[4]
Dunia
sungguh terkejut atas meninggalnya Presiden Venezuela bernama lengkap Hugo
Rafael Chavez Frias. Banyak hal yang bisa ditulis tentang Chavez dari beragam
perspektif. Namun penulis tertarik mengelaborasi sukses revolusi Chavez yang konon
juga berkat pemikiran Bung Karno. Kita juga perlu belajar. Sebab, di
bawah Chavez, Venezuela bisa menjadi bangsa yang memiliki jati diri, mandiri
secara ekonomi, dan mampu menghadapi gempuran neoliberalisme, yang menjelma di
dalam perusahaan-perusahaan multinasional.
Lagi
pula, meski konon ia amat dipengaruhi Fidel Castro—pemimpin
Kuba—ada pula analisis menyebutkan, dalam beberapa hal, pemikiran
Bung Karno juga cukup memberi pengaruh, khususnya pemikiran dan
perjuangan Bung Karno ketika pidato-pidatonya “membakar” massa di mana pun
untuk menentang “neo-kolonialisme-imperialisme” alias “nekolim”. Lalu, Marhaenisme
Sukarno yang menjadi asas dasar Partai Nasional Indonesia pada 1927,
yang begitu mengandalkan kekuatan rakyat, tampaknya diadopsi Chavez untuk
mendirikan partai serupa di Venezuela.
Tentu
sejauh mana ada pengaruh Bung Karno, hal ini jelas masih bisa dipertanyakan.
Hanya, yang jelas, keluarga Chavez konon beberapa kali berziarah ke makam Bung Karno di
Blitar.
Jika
menilik sepak terjangnya, Chavez amat dikenal dengan sosialisme abad ke-21-nya,
yang konon memang ada pengaruh dari pemikiran Bung Karno. Sosialisme abad ke-21
Chavez harus dibedakan dengan sosialisme Soviet. Yang dimaksudkan sosialisme
abad ke-21 bukanlah “kapitalisme negara”, sebagaimana terjadi di Uni Soviet.
Sosialisme Soviet gagal mensejahterakan rakyat karena semua kekuasaan justru
terpusat pada partai komunis, dan hal itu jelas tidak demokratis.
Justru
itulah yang menjadi sumber kegagalan revolusi sosialis di Uni Soviet, karena kaum petani
atau buruh menjadi malas berjuang untuk membela sosialisme tersebut.
Sedangkan
sosialisme yang diperjuangkan Chavez selalu bertumpu pada partisipasi aktif
rakyat, khususnya kaum petani dan buruh. Lalu, ketika berkuasa, Chavez
mengupayakan transformasi ekonomi yang sungguh pro terhadap rakyat. Serta yang
penting adalah etika sosialis yang menekankan pentingnya bela rasa
(solidaritas), kasih sayang, dan keadilan, atau biasanya mencuat dalam slogan:
“dari semua untuk semua”.
Chavez
memang amat mengandalkan gerakan rakyat. Dia sudah membuktikan tak akan mampu
mewujudkan sosialisme abad ke-21 atau revolusi Bolivarian-nya seorang diri.
Wikipedia mencatat, suami Marisabel Rodriguez itu memimpin MBR-200
(Revolutionary Bolivarian Movement-200)—kudeta yang tidak sukses melawan
pemerintahan Presiden Carlos Andes Perez pada 1992, sehingga ia pun dijebloskan
ke penjara.
Kegagalan
itu memberi pelajaran berharga bagi Chavez untuk semakin menggalang gerakan
sosial yang menciptakan politik alternatif guna mengambil alih kekuasaan politik
dari para pemimpin, wakil rakyat, birokrasi, dan militer yang sudah berada
dalam ketiak perusahaan-perusahaan multinasional yang menguasai negara dan
segenap isinya. Maka, setelah dua tahun dibebaskan dari penjara, Chavez
mendirikan partai sosial demokratik yang bernama “The Fifth Republic Movement”
dan terpilih menjadi Presiden Venezuela pada 1998.
Nah,
setelah menjadi orang nomor satu, Chavez tidak lupa kepada rakyat, khususnya
kaum buruh dan petani. Ia mendorong perubahan konstitusi baru yang menaikkan
hak bagi kelompok buruh dan petani sehingga menyebabkan dirinya terpilih
kembali dalam pemilu 2000. Lalu, dalam periode kedua kekuasaannya, Chavez
menerapkan sistem yang dikenal dengan “Bolivarian Mission” (Misi Bolivarian),
“Communal Council” (Perwakilan Komunal atau Rembuk Desa), dan membentuk
koperasi yang dikelola kaum pekerja. Chavez juga menjalankan program reformasi
agraria dan menasionalisasi perusahaan-perusahaan multinasional, khususnya
minyak di Venezuela.
Kebijakan
dan langkah revolusioner itu tentu tidak memuaskan berbagai elemen kekuatan
lama (neoliberal) yang masih tersisa. Pemerintahan Chavez pun dikudeta militer,
yang didukung oleh media massa dan kekuatan korporasi pada 2002. Chavez kalah. Namun
hanya sehari militer berkuasa dan mengangkat presiden boneka, pengusaha
Pedro Fransisco Carmona Estanga. Pasalnya, ketika tahu Chavez
dikudeta, ratusan ribu orang bergerak dan turun ke jalan mengepung istana
kepresidenan Miraflores, di Karakas. Mereka meminta Chaves dikembalikan.
Keesokan harinya, 14 April 2002, kudeta bisa digagalkan, dan Chavez dibawa
kembali dari pengasingannya oleh tentara Bolivarian ke istananya. Lagi-lagi
kekuatan rakyat berada di belakang Chavez.
Rakyat
pula yang memilihnya kembali pada pemilu 2012 untuk menjadi presiden keempat
kalinya. Sebagaimana Bung Karno pada eranya, Chavez, pada abad ke-21 ini,
menjadi simbol perlawanan terhadap kaum imperialis global, seperti Amerika
Serikat.
Olahraga
Sebagaimana
Bung
Karno menyadari bahwa jiwa-jiwa yang diinjak kaum imperialis terus
membutuhkan pemacu semangat dalam bentuk olahraga, demikian pula Chavez.
Seperti diketahui, pada era Bung Karno, olahraga kita sangat disegani, termasuk
sepak bola kita.
Sebelum
Chavez menjadi presiden pada 1999, sepak bola negeri itu hanya “pupuk bawang”.
Peringkat FIFA negara tersebut hanya berada di urutan ke-110. Namun, sejak
2012, peringkatnya sudah ada di posisi ke-40. Pada Copa America 2011, timnas
Venezuela melaju ke semifinal untuk pertama kali.
Olahraga
Venezuela memang tengah bangkit. Bukan hanya dalam sepak bola, tapi juga judo,
softball, dan baseball. Menurut konstitusi Bolivarian 1999, olahraga menjadi
hak konstitusional rakyat. Olahraga pun mengangkat harga diri rakyat Venezuela,
dan dalam hal ini ada sentuhan kepemimpinan Chavez.
Karena
ada pengaruh Bung Karno itu, sampai-sampai seorang
warga negara Cile, Martha Harnecker, menulis: ”Semoga Anda semua semakin bingung, karena penerus Bung Karno ternyata
bukan orang Indonesia, tidak berbahasa Indonesia, melainkan Hugo Chavez, orang
Venezuela yang beragama Katolik”.
Di
tengah praksis politik indonesia yang tidak pro-rakyat dan hanya memperkaya
segelintir elite; di tengah kekayaan alam kita yang tergadaikan pada
korporasi-korporasi asing; di tengah kemiskinan para buruh dan petani yang tak
punya tanah; serta di tengah olahraga, khususnya sepak bola, yang terpuruk akibat
kisruh melulu, kita merindukan sosok Chavez, yang tidak menumpuk kekayaan,
seperti Marcos dan Soeharto. RIP, Chavez.
·
Inilah
daftar gaji dan tunjangan Pejabat Negara/bulan, dan data ini dikeluarkan oleh
bagian anggaran tertanggal 22 februari 2005.[5]
Fasilitas anggota DPR
RI, 2004-2009
A.
Gaji pokok dan tunjangan
1.
Rp 4.200.000/bulan
2.
Tunjangan : Jabatan Rp 9.700.000/ bulan; Uang paket Rp 2.000.000/bulan; Beras
Rp 30.090/jiwa/bulan; Keluarga: suami/istri (10% X Gaji pokok Rp 420.000/bln) anak
(25 X Gaji pokok Rp 84.000/jiwa/bulan); dan Khusus pph pasal 21 Rp 2.699.813
B.
Penerimaan lain-lain
Tunjangan
kehormatan Rp 3.720.000/bulan; Komunikasi intensif Rp 4.140.000/bulan; Bantuan
langganan listrik dan telepon Rp 4.000.000; Pansus Rp 2.000.000/undang-undang
per paket; Asisten anggota (1 orang Rp 2.250.000/bulan); dan Fasilitas kredit
mobil Rp 70.000.000/orang/per periode
C.Biaya
perjalanan
1.
Piket pulang pergi sesuai daerah tujuan masing-masing
2.
Uang harian: Daerah tingkat I Rp 500.000/hari; Derah tingkat II Rp 400.000/hari
dan Uang representasi: Daerah Tingkat I Rp 400.000 dan Daerah Tingkat II Rp
300.000
(keterangan:
lamanya perjalanan sesuai program kerja, dan sebanyak-banyaknya 7 hari untuk
kunjungan kerja per orangan, dan 5 hari untuk kunjungan kerja tim
komisi/gabungan komisi)
D.
Rumah jabatan
1.
Anggaran pemeliharaan
-
RJA Kalibata, Jakarta Selatan Rp 3.000.000/rumah/tahun
-
RJA Ulujami, Jakarta Barat Rp 5.000.000/rumah/tahun
2.
Perlengkapan rumah lengkap
E.
Perawatan kesehatan uang duka dan biaya pemakaman
1.
Biaya pengobatan (oleh PT Askes)
-
Anggota DPR, suami/anak kandung/istri dan atau anak angkat dari anggota yang
bersangkutan.
-
Jangkauan pelayanan nasional: Di provider diseluruh Indonesia yang ditunjuk
termasuk provider ekslusif untuk rawat jalan dan rawat inap.
2.
Uang duka : wafat (3 bulan X gaji) dan tewas (6 bulan x gaji)
3.
Biaya pemakaman Rp 1.050.000/orang
F.
Pensiunan
Uang
pensiun (60% x gaji pokok) Rp 2.520.000/bulan dan Tunjangan beras Rp
30.090/jiwa/bulan
Presiden:
Gaji
pokok Rp 30.240.000 dan Tunjangan jabatan Rp 32.500.000 jadi Total Rp
62.740.000.
Wakil Presiden:
Gaji
Pokok Rp 20.160.000 dan Tunjangan jabatan Rp 22.000.000 jadi Total Rp
42.160.000
Ketua DPR:
Gaji
pokok Rp 5.040.000; Tunjangan jabatan Rp 18.900.000; Uang paket Rp 2.000.000;
dan Komunikasi Intensif Rp 4.968.000; jadi Total Rp 30.908.000
Ketua Mahkamah Agung
(MA):
Gaji
pokok Rp 5.040.000; Tunjangan jabatan Rp 18.900.000; dan Uang paket Rp 450.000;
jadi Total Rp 24.390.000
Ketua BPK:
Gaji
pokok Rp 5.040.000 dan Tunjangan jabatan Rp 18.900.000; jadi Total Rp
23.940.000
Wakil Ketua DPR:
Gaji
pokok Rp 4.620.000 dan Tunjangan jabatan Rp 15.600.000; Uang paket Rp 2.000.000;
dan Komunikasi Intensif Rp 4.554.000; jadi Total Rp 26.774.000
Wakil Ketua MA:
Gaji
pokok Rp 4.620.000; Tunjangan jabatan Rp 15.600.000; dan Uang paket Rp 450.0000;
jadi Total Rp 20.670.000
Wakil Ketua BPK:
Gaji
pokok Rp 4.620.000 dan Tunjangan jabatan Rp 15.600.000; jadi Total Rp
20.220.000
Ketua Muda MA:
Gaji
pokok Rp 4.410.000; Tunjangan jabatan Rp 10.100.000; dan Uang paket Rp 450.000;
jadi Total Rp 14.960.000
Anggota DPR sebagai
Ketua Komisi atau Badan:
Gaji
pokok Rp 4.200.000; Tunjangan jabatan Rp 9.700.000; Uang paket Rp 2.000.000; Tunjangan
kehormatan Rp 4.460.000; Komunikasi Intensif Rp 4.140.000; dan Bantuan listrik
Rp 4.000.000; jadi Total Rp 28.500.000
Anggota DPR sebagai
Wakil Ketua Komisi atau Badan:
Gaji
pokok Rp 4.200.000; Tunjangan jabatan Rp 9.700.000; Uang paket Rp 2.000.000; Tunjangan
kehormatan Rp 4.300.000; Komunikasi Intensif Rp 4.410.000; dan Bantuan listrik
Rp 4.000.000; jadi Total Rp 28.340.000
Anggota DPR sebagai
Anggota Komisi atau Badan:
Gaji
pokok Rp 4.200.000; Tunjangan jabatan Rp 9.700.000; Uang paket Rp 2.000.000; Tunjangan
kehormatan Rp 3.720.000; Komunikasi Intensif Rp 4.410.000; dan Bantuan listrik
Rp 4.000.000; jadi Total Rp 27.760.000
Anggota MA:
Gaji
pokok Rp 4.200.000; Tunjangan jabatan Rp 9.700.000; dan Uang paket Rp 450.000;
jadi Total Rp 14.350.000
Anggota BPK:
Gaji
pokok Rp 4.200.000; dan Tunjangan jabatan Rp 9.700.000; jadi Total Rp
13.900.000
Menteri Negara, Jaksa
Agung, Panglima TNI dan pejabat lain yang setingkat atau disetarakan dengan
Menteri Keuangan:
Gaji
pokok Rp 5.040.000; dan Tunjangan jabatan Rp 13.608.000; jadi Total Rp
18.648.000
Kepala Daerah Provinsi:
Gaji
pokok Rp 3.000.000; dan Tunjangan jabatan Rp 5.400.000; jadi Total Rp 8.400.000
Wakil Kepala Daerah
Provinsi:
Gaji
pokok Rp 2.400.000; dan Tunjangan jabatan Rp 4.320.000; jadi Total Rp 6.720.000
Kepala Daerah
Kabupaten/kota:
Tunjangan
pokok Rp 2.100.000; dan Tunjangan jabatan Rp 3.780.000; jadi Total Rp 5.880.000
Wakil Kepala Daerah:
Gaji
pokok Rp 1.800.000; dan Tunjangan jabatan Rp 3.240.000; jadi Total Rp 5.040.000
·
Terkait
pelaksanaan PP 37 Tahun 2006 tentang Pemerintah Keluarkan Pedoman Gaji DPRD
Pemerintah
telah menge-luarkan pedoman pelaksa-naan PP 37 Tahun 2006 untuk mengatur
besarnya gaji ang-gota DPRD. Hal ini dilakukan menyusul maraknya protes di
kalangan masyarakat yang menilai kenaikan gaji anggota dewan sesuai PP tersebut
tidak realistis dan pro-rakyat.
Menteri
Keuangan masih Sri Mul-yani Indrawati dan Mendagri M Ma‘ruf, dalam jumpa pers
kemarin (10/01) menjelaskan, pemerintah membuat pedo-man pelaksanaan
pembaya-ran gaji dewan dengan mem-bentuk kelompok kemam-puan keuangan daerah
seba-gai dasar menentukan besa-ran gaji bagi anggota legislatif.
“Peraturan
Pelaksana PP 37 Tahun 2006 terutama untuk mencegah hal-hal yang sela-ma ini
disampaikan oleh LSM, akademisi, masyarakat. Jadi dalam hal ini kita membuat
keseimbangan di satu sisi DPRD harus menjalankan tu-gas, fungsi, dan wewenang
de-ngan memberikan tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional kepada
DPRD, tapi tidak menyalahguna-kannya untuk melayani diri sendiri,” kata Sri Mulyani
se-bagaimana dilansir indonesia headlines online.
Seperti
diketahui pemerin-tah mengeluarkan PP 37 Ta-hun 2006 sebagai perubahan atas PP
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protoko-ler dan Keuangan Pimpinan dan
Anggota DPRD. Dalam PP tersebut pemerintah mene-tapkan batas paling tinggi
besarnya Dana Operasional dan Tunjangan Komunikasi Intensif yang berdampak pada
kenaikan gaji yang diterima Pimpinan dan Anggota De-wan.
Pedoman
pelaksanaan PP tersebut, kata dia, mengelom-pokan kemampuan keuangan daerah
berdasarkan Pendapa-tan Umum Daerah setelah dikurangi belanja untuk gaji
pegawai negeri terhadap be-saran Tunjangan Komunikasi Intensif dan Dana
Opera-sional.
Penentuan
kelompok ke-mampuan keuangan daerah dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu kelompok
tinggi, sedang dan rendah. Kelompok tinggi adalah daerah dengan ke-mampuan
keuangan lebih be-sar dari Rp1,5 triliun (propin-si) dan untuk kota/kabupaten
kemampuan keuangan lebih besar dari Rp0,5 triliun.
Kelompok
sedang adalah da-erah dengan kemampuan ke-uangan untuk propinsi antara Rp0,6
triliun sampai Rp1,5 triliun, sedangkan kabupa-ten/kota sebesar Rp0,2 triliun
sampai Rp0,5 triliun.
Kelompok
rendah adalah da-erah dengan kemampuan ke-uangan kurang dari Rp0,6 tri-liun
untuk propinsi, dan ku-rang dari Rp0,2 triliun untuk kabupaten/kota. Dalam
im-plementasi pedoman peratu-ran tersebut, di tingkat pro-pinsi untuk kelas
kemampuan keuangan daerah tinggi (atau lebih besar dari Rp1,5 triliun), seorang
Ketua DPRD dalam satu bulan mendapat gaji maksimum Rp32.250.250, Wakil Ketua
DPRD sebesar Rp22.787.500, dan anggota DPRD sebesar Rp12.862.000.
Di
kelas kemampuan keua-ngan daerah sedang (Rp600 miliar-Rp1,5 triliun), Ketua
DPRD di tingkat Propinsi memperoleh gaji per bulan Rp23.250.250, Wakil Ketua
DPRD sebesar Rp16.187.500, dan anggota DPRD sebesar Rp9.862.000.
Di
kelas kemampuan keua-ngan daerah rendah setiap bulan Ketua DPRD di tingkat
provinsi menerima sebesar Rp14.250.250, Wakil Ketua DPRD menerima Rp10.787.
500, dan anggota DPRD men-dapat Rp6.862.000.
Sementara
untuk kota dan kabupaten, di kelas kemam-puan keuangan daerah tinggi (lebih
besar dari Rp0,5 tri-liun), seorang Ketua DPRD mendapat gaji Rp24.721.375 per
bulan, Wakil Ketua DPRD sebesar Rp17.677.450 per bu-lan, dan anggota DPRD
sebe-sar
Rp10.624.600
per bulan. Untuk kelas kemampuan keuangan daerah sedang di kabupaten/kota
(Rp200 mi-liar-Rp0,5 triliun), seorang Ke-tua DPRD per bulan meneri-ma
18.421.375, Wakil Ketua DPRD menerima Rp13.057. 450, sedangkan anggota DPRD
menerima Rp8.524. 600.
Sedangkan
dalam kelas kemampuan keuangan da-erah kategori rendah (di bawah Rp200 miliar),
Ketua DPRD per bulan menerima Rp12.121.375, Wakil Ketua sebesar Rp9.277.450,
dan anggota DPRD Rp6.424. 600.(ihc/*)
* Kemampuan Daerah (di atas Rp1,5
triliun)
Ketua
DPRD : Rp. 32.250.250
Wkl
Ketua DPRD : Rp. 22.787.500
Anggota
DPRD : Rp. 12.862.000
* Kemampuan Daerah (Rp600 jt s/d
1,5 triliun)
Ketua
DPRD : Rp. 23.250.250
Wkl
Ketua DPRD : Rp. 16.187.500
Anggota
DPRD : Rp. 9.862.000
* Kemampuan Daerah (kurang dari
Rp600 juta)
Ketua
DPRD : Rp. 14.250.250
Wkl
Ketua DPRD : Rp. 10.787.500
Anggota
DPRD : Rp. 6.862.000
* Kemampuan Daerah (di atas Rp500
juta)
Ketua
DPRD : Rp. 24.721.375
Wakil
Ketua :
Rp. 17.677.450
Anggota
DPRD : Rp. 10.624.600
* Kemampuan Daerah (Rp200-Rp500
miliar)
Ketua
DPRD :
Rp. 18.421.375
Wakil
Ketua :
Rp. 13.057.450
Anggota
DPRD : Rp. 8.524.600
* Kemampuan Daerah (di bawah Rp200
miliar)
Ketua
DPRD :
Rp. 12.121.375
Wakil
Ketua :
Rp. 9.277.450
Anggota
DPRD : Rp. 6.424.600
[1] IR. Mulyadi, Mahasiswa Univ.
Mpu Tantular Jakarta - Angkatan 2010 – Fakultas Hukum
[2]
R William Liddle ; Profesor
Emeritus Ilmu Politik, Ohio State University, AS - KOMPAS, 19 Maret 2013
[3] IR. Mulyadi, Mahasiswa Univ.
Mpu Tantular Jakarta - Angkatan 2010 – Fakultas Hukum
[5] Daftar ini dikeluarkan oleh Bagian
Anggaran Departemen Keuangan, ditandatangi pada tanggal 28 januari 2005 sebelum
disesuaikan dengan anggaran kenaikan APBN 2006 .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar